Situs Sultan Andara

Situs Sultan Andara

Suara.com - Raffi Ahmad tampaknya menjadi barometer selebritis sultan Tanah Air. Tentu hal ini tak lepas dari kesuksesan kariernya, baik di dunia entertainment maupun bidang bisnis, yang membuat pundi-pundi uangnya semakin bertambah.

Namun walaupun sampai dicap sebagai Sultan Andara, rupanya masih ada beberapa selebritis lain yang tidak kalah tajir hingga harus menghabiskan jauh lebih banyak uang untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam sebulan.

Salah satu yang turut disorot publik adalah perkara tagihan listrik. Siapa menyangka ternyata ada selebritis yang sampai menghabiskan puluhan juta Rupiah lebih banyak ketimbang biaya yang dibayarkan Raffi dan Nagita Slavina setiap bulannya.

Sebagai informasi, Raffi dan Nagita mengaku menghabiskan hingga Rp17 juta untuk biaya listrik rumah mereka di Green Andara Residence, Jakarta Selatan selama sebulan. Meski sudah fantastis, ketiga selebritis berikut ini ternyata bisa menghabiskan lebih banyak uang lagi untuk membayar tagihan listrik mereka dalam sebulan.

Baca Juga: Raffi Ahmad Tuai Kontroversi karena Bangun Beach Club di Kawasan Ekologi Karst, Memang Apa Sih Itu?

Pada Desember 2019 silam, Nikita Mirzani pernah mengungkap keresahan pasca mendapat tagihan biaya listrik hingga Rp26 juta. Padahal menurut Nikita, sebelumnya dia sudah mendapat tagihan sebesar Rp19 juta, tetapi tiba-tiba diralat dan jadi membengkak.

“Ya gua nggak tahu. Gua tuh nggak pernah telat bayar PLN, selalu tepat waktu. Tiba-tiba tagihan bulan ini Rp19 juta tadinya, cuma dapet lagi bill yang baru Rp26 juta. Makanya gua bingung, itu tagihan siapa?” ucap Nikita di Instagram Story-nya.

Istri Anang Hermansyah itu pernah mengeluhkan tagihan listrik kediamannya dalam sebulan. Tak tanggung-tanggung, Ashanty mengaku menghabiskan sampai Rp50 juta untuk listrik rumahnya.

Baca Juga: WALHI Protes Pembangunan Beach Club Raffi Ahmad, Dampaknya Bikin Warga Sekitar Kekurangan Air

“Rp50 juta itu bayar listrik doang,” tutur Ashanty yang kala itu sempat berniat menjual rumahnya karena tak sanggup dengan biaya operasional yang sangat tinggi.

Meski tentu saja rekor dipegang oleh Jennifer Jill Armand Supit alias Jennifer Ipel. Istri Ajun Perwira itu mengaku pernah menghabiskan hampir Rp100 juta hanya untuk listrik rumahnya dalam kurun waktu sebulan.

Tentu bukan tanpa alasan, pasalnya rumah Jennifer memang terbilang sangat megah dan luas dengan lima lantai. Di dalamnya pun diisi dengan beraneka ragam barang elektronik yang pasti menghabiskan listrik.

Selain itu, menurut Jennifer, mendiang Maxwell Armand Oktoselja sang suami dahulu selalu mewajibkan semua AC untuk menyala sehingga otomatis tagihan listrik jadi membengkak. Namun kini dirinya dan Ajun sudah lebih bisa mengontrol biaya listrik hingga di angka Rp30 juta sebulan.

Sultan Hasanuddin (Dijuluki Ayam Jantan dari Timur oleh Belanda) (12 Januari 1631 – 12 Juni 1670) adalah Sultan Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape. Setelah menaiki takhta, ia digelar Sultan Hasanuddin, setelah meninggal ia digelar Tumenanga Ri Balla Pangkana. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan dari Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.[1]

Sultan Hasanuddin, merupakan putera dari Raja Gowa ke-15, I Manuntungi Muhammad Said Daeng Mattola, Karaeng Lakiung Sultan Malikussaid Tumenanga ri Papang Batunna dan ibunya bernama I Sabbe Lokmo Daeng Takontu. Sultan Hasanuddin memerintah Kesultanan Gowa mulai tahun 1653 sampai 1669. Kesultanan Gowa adalah merupakan kesultanan besar di Wilayah Timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan.

Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada 12 Januari 1631. Dia lahir dari pasangan Sultan Malikussaid, Sultan Gowa ke-XV, dengan I Sabbe Lokmo Daeng Takuntu. Jiwa kepemimpinannya sudah menonjol sejak kecil. Selain dikenal sebagai sosok yang cerdas, dia juga pandai berdagang. Karena itulah dia memiliki jaringan dagang yang bagus hingga Makassar, bahkan dengan orang asing.

Hasanuddin kecil mendapat pendidikan keagamaan di Masjid Bontoala. Sejak kecil ia sering diajak ayahnya untuk menghadiri pertemuan penting, dengan harapan dia bisa menyerap ilmu diplomasi dan strategi perang. Beberapa kali dia dipercaya menjadi delegasi untuk mengirimkan pesan ke berbagai kerjaan.

Saat memasuki usia 21 tahun, Hasanuddin diamanatkan jabatan urusan pertahanan Gowa. Ada dua versi sejarah yang menjelaskan kapan dia diangkat menjadi raja, yaitu saat berusia 24 tahun atau pada 1655 atau saat dia berusia 22 tahun atau pada 1653. Terlepas dari perbedaan tahun, Sultan Malikussaid telah berwasiat supaya kerajaannya diteruskan oleh Hasanuddin.

Selain dari ayahnya, dia memperoleh bimbingan mengenai pemerintahan melalui Mangkubumi Kesultanan Gowa, Karaeng Pattingaloang. Sultan Hasanuddin merupakan guru dari Arung Palakka, salah satu Sultan Bone yang kelak akan berkongsi dengan Belanda untuk menjatuhkan Kesultanan Gowa.

Pada pertengahan abad ke-17, Kompeni Belanda (VOC) berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku setelah berhasil mengadakan perhitungan dengan orang-orang Spanyol dan Portugis. Kompeni Belanda memaksa orang-orang negeri menjual dengan harga yang ditetapkan oleh mereka, selain itu Kompeni menyuruh tebang pohon pala dan cengkih di beberapa tempat, supaya rempah-rempah jangan terlalu banyak. Maka Sultan Hasanuddin menolak keras kehendak itu, sebab yang demikian adalah bertentangan dengan kehendak Allah katanya. Untuk itu Sultan Hasanuddin pernah mengucapkan kepada Kompeni "marilah berniaga bersama-sama, mengadu untuk dengan serba kegiatan". Tetapi Kompeni tidak mau, sebab dia telah melihat besarnya keuntungan di negeri ini, sedang Sultan Hasanuddin memandang bahwa cara yang demikian itu adalah kezaliman.

Pada tahun 1660, VOC Belanda menyerang Makassar, tetapi belum berhasil menundukkan Kesultanan Gowa. Tahun 1667, VOC Belanda di bawah pimpinan Cornelis Speelman beserta sekutunya kembali menyerang Makassar. Pertempuran berlangsung di mana-mana, hingga pada akhirnya Kesultanan Gowa terdesak dan makin lemah, sehingga dengan sangat terpaksa Sultan Hasanuddin menandatangani Perjanjian Bungaya pada tanggal 18 November 1667 di Bungaya. Gowa yang merasa dirugikan, mengadakan perlawanan lagi. Pertempuran kembali pecah pada Tahun 1669. Kompeni berhasil menguasai benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 24 Juni 1669. Sultan Hasanuddin wafat pada tanggal 12 Juni 1670 karena penyakit ari-ari.

Sewaktu lahir nama beliau diberi nama Muhammad Baqir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape, pemberi nama ini oleh Qadi Kesultanan Gowa yang juga adalah kakak iparnya sendiri (suami dari sepupu) yaitu Alhabib Syaikh Alwi Jalaluddin Bafagih (keturunan Imam Maula Aidid diHadramaut yang adalah Keturunan Nabi), kemudian ketika menjabat sebagai Sultan maka beliau mendapat gelar Sultan Hasanuddin. Namanya kini diabadikan untuk Universitas Hasanuddin, Kodam XIV/Hasanuddin dan Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin di Makassar, KRI Sultan Hasanuddin dan Jl. Sultan Hasanuddin di berbagai kota di Indonesia.

Tidak akan postingan yang dipublikasikan.